Kesan Pertama Masuk SD Negeri Ojang
Sebuah Catatan Kecil
Senin, 19 Desember 2011
Pagi itu menjadi pagi yang sangat berkesan buat saya. Masuk sekolah
penempatan yang akan menjadi tempat mengabdiku.
Selesai sholat Subuh saya mandi pagi. Kucari pakaian putihku yang masih
dalam koper coklat kecilku. Kuambil dan kulihat baju putihku kusut karena tidak
di setrika. Kupakai lengkap dengan celana hitamku tentunya. Biar tambah pe-de
kupakai minyak rambut hingga parfum yang sudah kusiapkan sejak dari pulau Jawa.
Semua telah siap, kami (saya, Pak Slamet, Bu Diah, Bu eni) menuju sekolah
yang akan menjadi tempat mencurahkan semua bekal ilmu yang kami punya. Dengan
penuh percaya diri kami melangkah menyusuri jalan yang baru pertama kali kami
injak.
Senyuman terbaik kami berikan pada setiap orang yang berpapasan. Begitu
banyak ucapan dan sapaan juga kami terima dari orang-orang yang melihat kami
dengan muka terheran.
”Selamat pagi Pak...., selamat pagi Bu...”
Ucapan dari beberapa siswa yang berpapasan dengan kami. ”Mungkin mereka
murid dari sekolah lain, karena mereka berjalan melewati arus kami” pikirku.
”Selamat pagi....” begitu kami jawab disertai dengan senyuman maut kami.
Sungguh luar biasa ramah penduduk di desa Robek. Begitulah kesan pertamaku
dengan warga yang ada di sana.
Sekitar 15 menit kami berjalan kaki, akhrinya saya berpisah dengan BU Eni,
Bu Diah dan Pak Slamet karena mereka mengajar di SMP N 3 Reok yang letaknya
lebih dekat dari SD N Ojang.
Perjalananku di lanjutkan dengan rekan satu perjuanganku Pak Imam (asal UM)
yang secara kebetulan mengajar di sekolah yang sama. Kami berjalan kaki menuju
SDN Ojang yang kata Pak Imam sekitar 15 menit lagi.
Selama perjalanan saya mencoba mengobrol dengan Pak Imam tentang asal dan
beberapa hal tentangnya. Pertanyaan terpenting adalah letak sekolah yang akan
saya tempati serta keadaannya.
Ternyata benar kata Pak Imam, saya harus melewati naik-turun jalan dan
sebuah dusun Mondo. Dusun Mondo merupakan sebuah dusun yang terletak di tepi
pantai. Rumah di dusun ini masih terbilang memprihatinkan, sebagian besar
beratapkan ilalang dan berbilik susunan bambu.
Satu hal yang sangat berharga di dusun Mondo adalah keramahan mereka. Masih
teringat jelas olehku sapaan ”Selamat pagi...” yang terucap tidak hanya oleh
anak sekolah, melainkan oleh setiap orang yang saya temui. Saya merasa sangat
takjub dan senang sekali dengan suasana keramahan masyarakat dusun Mondo.
Akhirnya perjalanan yang cukup jauh hampir usai. Sayup-sayup suara khas
anak sekolah sudah terdengar di bawah kebun kelapa. Terlihat juga beberapa ekor
sapi yang liar menatap tajam seakan menyambut kedatangan kami. Ternyata benar
juga, beberapa kotoran sapi memang sudah menyambut kami di depan, kami harus
menghindar dengan cermat, seperti main PS saja dalam pikirku.
Setelah bermain jebakan diantara kotoran sapi, tempat yang saya tuju sudah
kelihatan. Sebuah bangunan yang masih terlihat baru tampak gagah di atas bukit
kecil. Langkahku semakin semangat, hampir semua siswa mengarahkan matanya pada
kami. Tatapan mereka seakan menusuk tubuhku karena tajamnya.
Kedatangan kami di sambut oleh kepala sekolah SDN Ojang yaitu Bapak Yonas
Caar dan beberapa guru. Mereka sangat ramah sekali, sapaan dan senyuman khas
Manggarai terlihat jelas. Tak butuh waktu lama untuk mengakrabkan diri dengan
mereka. Kami mengobrol bebas dengan begitu penuh keakraban.
Setelah bunyi lonceng, semua siswa masuk kelas dan di beri tugas oleh guru.
Kami di suruh untuk menunggu
beberapa saat karena akan ada rapat. Pikiranku saat itu ”Kenapa tidak upacara?,
tapi mungkin gara-gara ada kami”.
Rapatpun di mulai, sebuah sambutan diberikan oleh Pak Yonas selaku kepala
sekolah. Setelah sambutan, acara selanjutnya adalah perkenalan dari kami
dilanjutkan oleh guru-guru. Rapat selesai sampai bunyi lonceng terdengar.
Waktu istirahat tiba, hampir semua siswa menuju kantor. Pasti mereka mau
melihat lebih dekat dengan kami. Tanpa tunggu lama lagi, saya menemui mereka di
depan kantor. Saya merasa senang sekali dengan keakraban mereka. Secara fisik, mereka kebanyakan berkulit
gelap dan rambut hitam agak sedikit ikal. Mereka sebagian besar tidak
mengenakan sepatu, kebanyakan menggunakan sandal jepit bahkan banyak juga yang
tanpa alas kaki. Sebuah pemandangan wajah anak Indonesia yang begitu
memprihatinkan sekaligus unik.
Sambil mengirup udara segar, saya coba melatih bahasa Manggaraiku yang di
pelajari semalam.
”Cei ngasang hau....?” yang artinya siapa nama kamu?
”Nia mbaru hau...? artinya dimana rumahmu?
Saya dan Murid SDN Ojang
Cukup lama juga saya berkenalan dengan murid-murid SDN Ojang. Nama mereka
sangat unik dan susah untuk di hafal. Hal yang paling saya sukai adalah senyum
mereka yang terlihat begitu ikhlas dan ”natural”.
Pemandangan alam di sekitar sekolah juga sangat menakjubkan. Saya bisa
melihat warna birunya pantai Flores, pohon-pohon berwarna hijau yang
menyejukkan mata, serta sentuhan angin sepoi-sepoi yang berasal dari laut.
SD Negeri Ojang
Pemandangan kurang menyenangkan juga ada di sana, beberapa hewan liar
kadang lewat di lapangan. Ada sapi, anjing dan babi.
Tapi secara umum hari pertama di SD Negeri Ojang, sangat menyenangkan.
Terkesan dengan keramahan warga, guru dan murid-murid unik yang lucu.
Comments
Post a Comment
Thanx for comment