Kisah Sepeda Ontelku
Perjalanan panjang yang
berliku dan menanjak kemudian menurun tajam membuatku kewalahan juga. Padahal
baru beberapa hari saja aku memasuki SD N Ojang. Hari pertama dan kedua aku
merasa biasa saja, tetapi pada hari berikutnya aku merasa sangat kelelahan
untuk berjalan dengan medan seperti itu dan jarak yang cukup jauh. Hal itu
semakin di perparah dengan cuaca Flores yang pada saat itu sangat luar biasa
panas. Jalan berdebu dan sedikitnya pepohonan di pinggir jalan membuat
perjalanan bertambah gerah saja, apalagi kalau jam 12.30 saat pulang sekolah.
Rasa lelah dan panas
terkadang aku siasati dengan berhenti sejenak untuk “ngadem” di bawah pohon
besar sambil memandang birunya laut Flores. Sungguh suasana yang begitu membuat
aku teringat lagi akan keindahan Flores, apalagi sepoi-sepoi angin laut di waktu
siang hari yang membuat tubuhku seakan “terisi baterai” lagi.
Setelah beberapa hari
aku memikirkan bagaimana untuk meringankan perjalanan ku ke sekolah, Akhirnya aku
memutuskan untuk membeli sepeda ontel. Pikiran aku saat itu “mungkin asyik juga
kalau bersepeda kesekolah, lewat pantai lagi”.
Pertanyaan selanjutnya
di pikiran aku adalah tentang ada/tidak sepeda ontel di kecamatan Reo. Terus
kalau ada, mahal/tidak. Itulah kiranya pertanyaan yang ada di pikiranku selama
beberapa hari sebelum aku ke Reo. Perlu di ketahui aku ke Reo kalau hari Minggu
pagi, dan pulang Minggu siang.
Akhirnya hari Rabu, 28
Desember 2011 (pas liburan semester) aku mencari harga sepeda di Reo. Sebuah
toko Arjuna aku datangi. Pemilik toko ini adalah orang Cina, kebanyakan pemilik
toko di Reo adalah keturunan Cina.
Aku lihat-lihat sepeda
yang tersedia. Memang terlihat sangat kotor sekali, aku berpikir pasti sepeda
itu barang lama yang belum laku. Setelah aku tanya-tanya harga dengan pelayan
toko Arjuna, aku langsung terkejut. Harganya sangat tidak pantas dengan
kualitas barangnya menurutku. Harga itu terlalu mahal buatku.
Setelah aku berkeliling
pasar di Reo, ternyata memang sangat sedikit yang berjualan sepeda. Ada beberapa
toko yang jual, tetapi untuk anak-anak.
Saat itu aku langsung
berkesimpulan aku harus pergi ke Ruteng (kabupaten) untuk mencari sepeda yang
cocok dengan apa yang aku mau. Aku berpikiran harga sepeda di Reo terlalu mahal
dan yang membuat aku lebih tenang adalah saat itu sedang libur semester,
sehingga aku dapat lebih lama di Reo.
Kamis, 29 Desember 2011
Pagi yang cerah, aku
bangun pagi-pagi supaya dapat mandi lebih cepat. Saat itu aku memang menumpang
di kontrakan rekan SM3T yang bertugas di Reo.
Aku masih ingat, saat
itu aku menumpang mini bus yang masih sangat sedikit penumpangnya. Benar saja,
aku harus menunggu dalam waktu yang sangat lama sampai mini bus terisi
penumpang. Dasar aku orang yang gak sabaran, aku kesal sendiri dibuatnya.
Suasana di dalam mini bus sangat tidak bersahabat. Bau di dalam sangat menyiksa, belum lagi barang bawaannya
yang sangat bervariasi menambah bau yang sangat tidak enak.
Aku sampai di Ruteng
mungkin sekitar jam 12.30 an. Aku sudah sangat merasa pusing dengan semua
keadaan saat itu, hal ini di karenakan memang kondisi jalan yang sangat parah.
Jalan ada yang sangat menanjak, ada yang sangat menurun, ada juga yang hampir
170 derajat berbelok. Huh, belum lagi bau yang ada di dalam mini bus. Sungguh
pengalaman yang berkesan sampai saat ini.
Aku merasa harus
bergerak cepat di Ruteng, mengingat sudah sore. Aku hanya punya waktu sekitar
1,5 jam untuk mencari sepeda. Hal pertama yang aku
tuju saat itu adalah masjid (lupa namanya) untuk mengerjakan shalat dan untuk
“ngadem” sebentar. Selesai shalat aku malah beli bakso, karena aku merasa
sangat lapar.
Kegiatan selanjutnya
adalah yang terpenting yaitu mencari sepeda. Aku mencari di beberapa toko yang
kira-kira menyediakan sepeda. Lagi-lagi kebanyakan yang berjualan adalah
orang-orang keturunan Cina.
Harga yang di tawarkan
juga sangat berbeda jauh dengan di Reo, di Ruteng harganya sangat mahal sampai
jutaan rupiah. Tapi kalau membandingkan harga dengan kualitas barang memang aku
sedikit setuju. Sepedanya memang terlihat bagus dan kokoh, tidak seperti sepeda
yang tampak usang di Reo.
Setelah aku lama
berkeliling untuk mencari sepeda dengan harga yang cocok ternyata hasilnya
mengecewakan. Aku memutuskan untuk tidak membeli sepeda di Ruteng. Aku malah
berbelanja jaket dan celana di Ruteng.
Jam menunjukan pukul
13.30 aku harus mencari “travel” yang menuju Reo. Setelah berjalan sebentar
sampai juga di tempat mangkalnya “travel” dan lagi-lagi aku harus menunggu
penumpang lain biar penuh.
Setelah melewati jalan
yang sangat panjang dan memusingkan, akhirnya aku sampai di Reo sekitar jam
18.45 an.
Sabtu, 31 Desember 2011
Aku memutuskan untuk
pergi lagi ke toko Arjuna dan membeli sepada yang sudah terlihat usang itu.
Setelah negosiasi harga, akhirnya sepeda tersebut aku beli dengan harga Rp 700.000,00
. Sebenarnya aku tidak terlalu cocok, tapi mau bagaimana lagi itulah
pilihan terbaik menurutku.
Kamis, 5 Januari 2012
Merupakan hari pertama
aku membawa sepeda ke sekolah, dan benar saja tebakanku. Sepeda menjadi barang
tontonan bagi warga dan murid-muridku. Mereka tentu jarang sekali melihat
sepeda di desa mereka, agak risih juga kalau dilihat sampai segitunya.
Memang mengasyikan
sekali menaiki sepeda di pinggir pantai, apalagi dengan pemandangan yang sangat
indah. Tapi medan yang harus di tempuh sangat berat, terkadang aku harus
menuntun sepedaku dikala jalan yang menanjak, atau jalan yang sangat menurun.
Oh ya, sepedaku hanya
bertahan sekitar 3 bulan saja. Terlalu sering sepedaku terkena masalah
kerusakan, akhirnya aku simpan saja. Terlalu ribet untuk memperbaikinya dengan
keterbatasan alat, dan jauhnya bengkel di Reo.
Tapi sepeda itu menjadi
sebuah benda bersejarah buatku.
Comments
Post a Comment
Thanx for comment