Sakitku di Flores
Senin, 2 Februari 2012
Setelah izin pada Pak
Yonas (kepsek) selama beberapa hari untuk kepentingan rapat di Ruteng, Senin
pagi saya berangkat ke Reo. Tujuan pertama saya adalah atm bersama satu-satunya
di kecamatan Reo. Namun nasib baik belum berpihak pada saya. Atm itu memang
masih rusak sudah beberapa hari lamanya.
Akhirnya saya putuskan
untuk mengambil uang di BRI. Ternyata antrian nya sudah banyak sekali untuk
ukuran jam sepagi itu. Tapi mau bagaimana lagi saya harus antre. Entah sudah
berapa jam saya antre, perasaan saya sangat tidak enak sekali. Kepala saya
terasa berat dan pusing, badanku merinding.
Saat itu saya pergi
keluar ruangan dahulu, karena antrian juga masih banyak. Saya membeli minuman
di sekitar bank. Setelah saya minum, perasaan masih tetap saja tidak enak.
Ingin sekali rasanya tiduran, tetapi masa mau tiduran di depan bank, entar di
kira orgil.
Perasaan itu saya
tahan-tahan, karena saya memang harus mengambil uang mengingat uang di saku cuma
10 ribu minus buat beli minuman.
Akhirnya waktu yang di
tunggu tiba juga, nama saya di panggil. Saya agak lupa waktunya, mungkin
sekitar jam 11.30 an.
Uang sudah di ambil,
saatnya saya makan siang. Perasaan saya saat itu sungguh sangat tidak enak
sekali, jalan saja agak tidak kuat (ini nyata, bukan berlebihan). Saya masuk ke
warung yang biasa saya singgahi. Pemilik warung ini adalah orang Jawa, tapi
saya lupa tanya daerah mana Jawanya. Saya biasanya selalu berbicara dalam
bahasa Jawa dengan nya.
FYI kebanyakan yang
jual makanan di Reo, Manggarai adalah orang yang berasal dari Jawa. Walaupun
ada juga rumah makan padang, tetapi penjual makanan lebih banyak orang Jawa.
Orang-orang Jawa menjual makanan beragam, ada yang jual bakso, mie ayam,
gorengan, dan menu lain yang tersedia di warung-warung.
Saat itu saya pesan
gado-gado dan minuman yang sudah terbayang segarnya sedari tadi di dalam bank
yaitu es jeruk. Saya makan gado-gado yang terlihat segar, rasanya enak untuk
ukuran saya.
Waktu hampir mau shalat
Dzuhur, saya langsung duduk-duduk di masjid sebelah warung sambil menunggu
waktu shalat tiba.
Selesai shalat Dzuhur,
perasaan saya bertambah pusing sekali. Saya tiduran di dalam masjid, sambil berpikir
mungkin inilah akibatnya jika saya sering terlambat makan. dan pulang terlalu
sore dari sekolah.
Entahlah, saya tiduran
sampai waktu shalat Ashar tiba. Saya benar-benar terasa lemah sekali. Selesai
shalat, saya ngobrol-ngobrol dengan penjaga masjid. Saya bertanya kepadanya
tentang dokter atau apalah yang ada di sekitar masjid untuk saya berobat.
Akhirnya saya di antar
oleh beliau ke dokter yang terdekat. Sialnya, dokter tersebut sedang berada di
Ruteng. Pikiran saya langsung bertambah pusing sekali mengingat jalan saja
sangat di paksakan. Setelah ke dokter tidak di rumah, saya di antar lagi ke
rumah bidan. Saya masih ingat nama bidan
itu adalah Mia.
Periksa ke bidan sudah.
Pikiran saya selanjutnya adalah di mana saya mau menginap. Rencana awal adalah
di kontrakan rekan SM3T yang ada di Reo. Tetapi pikiran saya tertuju rumah Pak
Huber.
Setelah berpikir cukup
lama dan berbagai pertimbangan saya putuskan untuk menginap di rumah pak
Hubertus. Saya menghampiri tukang ojek yang ada di pasar di temani oleh bapak
penjaga masjid. Ojek sudah dapat. Saya sangat merasa berhutang budi sekali
dengan bapak penjaga masjid, karena sudah mengantar saya berobat.
Sampai di rumah pak
Huber, seperti biasa beliau sangat ramah dengan semua orang. Saat itu juga saya
minta pendapat pak Huber tentang sakit saya. Katanya memang ada bidan sangat
manjur di desa yang lumayan jauh. Mengingat sudah sore, saya di sarankan untuk
berobat keesokan harinya. Padahal saya agak memaksa untuk segera berobat,
perasan saya sungguh sangat tidak enak sekali.
Selasa, 21 Februari
2012
Malam berlalu, pagi
hari saya harus menunggu pak Huber pulang dahulu dari kantor. Jam 09.30 an, pak
Huber pulang dan kami langsung menuju bidan yang di maksud di desa Nggorang.
Namanya menurut pak Huber adalah bidan Nderu.
Sesampai di rumah bidan
Nderu, pak Huber memberitahukan bahwa saya orang dari Banyumas. Ternyata bidan
itu adalah orang dari Cilacap. Waduh ternyata ada juga orang dari Jawa yang
jadi bidan di sana. Sesaat saya dan bidan Nderu berdialog bahasa ngapak saya.
Pak Huber hanya tertawa mendengar bahasa kami yang tentunya sangat asing di
telinga Pak Huber.
Pemeriksaan pun tiba,
saya paling takut sama jarum suntik. Tanyaku “di suntik ora ngko?” pada bu
bidan. “Wis tenang bae” jawab bu bidan dengan senyum penuh makna.
Benar saja saya di
suruh tengkurap untuk di suntik. Saya hampir mau menangis saking takutnya.
Cuss, jarum suntuk menusuk bokong. Saya hanya bisa meringis. Sebenarnya tidak
terlalu sakit, Cuma pegal dan terlihat sangat menakutkan.
Saya pikir Cuma sekali
saja di suntik, ternyata saya dua kali di suntik di bokong sebelahnya lagi.
Waduh-waduh, lengkap sudah penderitaanku saat itu.
Setelah selesai suntik
dan di beri obat, saya mau membayar uang berobat. Akan tetapi uang yang saya
kasih di tolak, katanya gratis buat orang “sebatir (teman sedaerah)”. Akhirnya
saya hanya mengucapkan terima kasih sebanyak banyaknya buat bidan Nderu yang
ternyata orang Cilacap.
Setelah saya berobat,
saya istirahat siang. Setelah bangun, badan saya sudah terasa agak ringan. Saya
langsung ngomong sama pak Huber, ternyata bidan Nderu memang manjur.
Rabu, 22 Februari 2012
Hari itu saya harus ke
Ruteng untuk rapat dengan supervisor dari Unnes. Pagi itu saya minta izin sama
pak Huber untuk pergi ke Ruteng tapi beliau melarang, karena saya sakit. Memang
benar saat itu saya masih agak sakit, tetapi obat dari bidan Nderu benar-benar
membuat saya lebih segar.
Akhirnya saya berangkat
juga dengan “travel” bersama dengan rekan SM3T yang lain. Posisi duduk saat itu
benar-benar tidak nyaman buat bokongku. Kedua bokong saya masih terasa pegal
akibat dua suntikan yang menancap di kedua bokongku. Tapi mau gimana lagi, itu
adalah jalan terbaik dan suasana terbaik yang dapat saya peroleh.
Singkat cerita,
perjalanan yang membuat saya pusing lagi sampai juga di Ruteng. Ada beberapa
hal yang di sampaikan oleh supervisor. “Moment” yang mengejutkan adalah ketika
saya di panggil untuk menerima sebuah notebook.
Merupakan hadiah
terbaik buat saya di saat tubuh terasa sakit. Saat rapat saja sebenarnya saya
sangat pusing, dan pasti saya pucat sekali. Notebook itu sangat berarti saya
karena saya belum punya. Rencana awal saya adalah untuk mencari harga notebook
di Ruteng dahulu, kalau cocok saya mau beli. Tapi, Allah sangat baik sama saya.
Memang rahasia Allah sulit di tebak. Allahu Akbar.
Kamis, 23 Februari 2012
Pagi hari, saya di
antar oleh pak Huber ke kontrakan Bu Titi, Bu Santi, dan Bu Deni. Keperluan
saya adalah untuk menginstal beberapa aplikasi di notebook saya.
Sorenya saya pulang
dengan naik ojek ke Robek (desa saya mengajar). Entah beruntung atau kebetulan,
ojek yang saya tumpangi tiba-tiba di suruh berhenti oleh pengendara lain.
Pikiran saya langsung macam-macam.
Ternyata orang itu
adalah Pak Marcel, guru SMP N 3 Reok, yang juga mau pulang. Saya di ajak untuk
ikut beliau, tetapi saya tidak enak dengan tukang ojek itu. Tetapi Pak Marcel
memaksa, dan menyuruh saya membayar setengah kepada tukang ojek. Sebenarnya
saya tidak enak sekali dengan tukang ojek.
Entah tidak tahu kenapa
saya sering mendapat keberuntungan yang tidak terduga.
Tetapi saya bersyukur
pada Allah swt, masih member saya nikmat.
Jumat, 24 Februari 2012
Sebenarnya saya masih
sakit, tapi saya paksakan untuk berangkat mengajar. Hari itu saya mengajar
kelas 4. Selesai mengajar saya langsung pergi ke Ojang untuk menjalankan shalat
Jumat. Setelah selesai shalat Jumat saya mencari kontrakan di sekitar Ojang.
Jumat sore biasanya ada
kegiatan ekstrakurikuler pramuka, akan tetapi karena saya masih sakit kegiatan
ekstra di tiadakan dulu.
Badanku saat itu berasa
lemah sekali, akan tetapi saya harus kayuh sepeda secepatnya supaya cepat sampai
di kos. Saya benar-benar kecapean.
Benar saja, malam itu
saya sakit yang memang benar-benar sakit. Badanku sangat panas, sampai
menggigil. Saya benar-benar tidak bisa tidur. Saat itu saya teringat keluarga
saya di Jawa. Andai saya di rumah pasti ada yang memberi perhatian lebih. Mau
telpon tidak ada sinyal, mau sms apalagi. Tapi lucunya, saya tetap membuat draf
sms yang masih saya simpan di hp sampai saat ini, isinya “Aku kangen rumah”.
Draf ini akan tetap saya simpan sampai waktu yang tidak di tentukan.
Sabtu, 25 Februari 2012
Pagi hari, saya pergi
ke Puskesmas di Gincu (nama desa) dengan ibu kos yang juga mau berobat. FYI
suami dari bidan di sini adalah orang asli Banyumas, satu kabupaten dengan saya
di Jawa. Namanya mas Gatot, dia sudah lama sekali di Manggarai.
Di sana saya di cek
darah, takutnya saya terkena malaria. Untungnya hasil menunjukan negatif. Bidan
di sana dan mas Gatot sangat baik sekali dengan saya. Saya berobat dengan
gratis, di kasih makan, dan saya pulang sore hari di antar oleh mas Gatot.
Sebenarnya saya di suruh tidur di sana supaya ada yang megurus, akan tetapi
saya tidak enak hati.
Setelah ke bidan Gincu,
saya agak mendingan. Saya baru berangkat mengajar pada hari Selasa 28 Februari
2012.
Pengalaman sakit saya
di Flores mungkin merupakan sakit yang terparah selama saya hidup. Tapi
alhamdulilah saya masih di beri sehat. Itu sebuah pengalaman yang berkesan dan
sulit di lupakan.
Saya sangat
berterimakasih sekali dengan: penjaga masjid di Reo (yang mengantar saya
berobat), Pak Hubertus dan keluarga (yang mau mengurus saya seperti keluarga
sendiri), mas Gatot dan keluarga (yang sangat baik juga mau perhatian dengan
saya), Bu Diah dan Bu Eni (yang sudah memasak, khususnya bubur selama saya
sakit), Papa Lala dan keluarga (yang mau perhatian dengan saya).
Membaca cerita ini seperti ikut tersedot masuk ke dalamnya. Itulah salah satu alasan mengapa sy suka membaca. Karena membaca dapat memberikan sensai bertualang dan berwisata ke tempat yang tak dapat terjamah oleh raga..
ReplyDeleteTerima kasih sudah membaca artikel saya.... ya, itu adalah sebagian kecil pengalaman saya di Flores, pulau eksotis di Indonesia ^^ .... Coba kamu ikutan program ini juga, pasti banyak pengalaman nyata, tak sekadar imajinasi ^^
Delete