Menuju Desa Robek
Minggu, 18 Desember 2011
Pagi itu terasa beda, rasa deg-degan semakin bertambah. Setelah dua malam
saya menginap di rumah Bapak Hubertus, saya akan menuju tempat mengajar. ”Ngeri”
juga mendengar penuturan Pak Huber mengenai situasi tempat mengajar. Katanya
sinyal hp tidak ada, jalan menuju sana jelek, dan tidak ada listrik. Mendengar
penuturan beliau semakin membuat saya meremehkan diri sendiri, apakah saya
bisa?...
Pak Huber menyuruh kami (saya dan Pak Suko) untuk menunggu mobil yang akan
mengantarkan kami menuju daerah mengajar.
Setelah menunggu beberapa jam, akhirnya sekitar tengah hari mobil yang di
maksud datang. Alangkah terkejutnya saya ketika yang di sebut mobil jemputan
itu adalah sebuah truk. Saya mencoba untuk tetap bersikap ”sok” biasa di depan
pak Huber, padahal dalam hati saya terasa menyedihkan.
Ya, alat transportasi utama yang menuju daerah saya mengajar adalah sebuah
truk yang di modifikasi menjadi sebuah mobil penumpang sekaligus barang-barang.
Di dalam truk tersebut diletakan beberapa papan untuk tempat duduk penumpang,
sedangkan di atas truk di beri papan pelindung. Saya sangat berkesan sekali
menaiki truk di itu.
Foto Otokol = Truk
Setelah semua barang sudah di masukan truk, kami berpamitan dengan pak
Hubertus dan keluarga. Tak lupa ucapan terimakasih yang terdalam juga kami
sampaikan.
Bismillah, truk akhirnya berjalan juga menuju desa Robek.
Sekitar 1 km truk berhenti. Ternyata ada penumpang yang mau ikut. Tiga
orang penumpang beserta barang bawaan mereka yang begitu banyak di naikan.
Mereka adalah rekan SM3T juga. Bu Eni, Bu Diah dan Pak Slamet merupakan rekan
SM3T yang ternyata satu desa dengan saya.
Beberapa menit perjalanan terasa enak. Rasa enak tersebut berganti dengan
rasa sakit di pinggang dan bokong saya ketika melewati jalan terjal yang aspalnya
sudah rusak. Jalan di saat
itu merupakan jalan yang dapat dikatakan sangat jelek. Batu-batu terjal dan tak
terbungkus aspal begitu banyak dan liar. Perut saya sekan di aduk-aduk oleh
truk itu.
Mobil itu melewati jalan yang sangat jelek dan juga hutan-hutan yang masih
sangat hijau alami. Timbul perasaan dalam hati saya ”Waduh, jangan-jangan saya
akan mengajar di tengah hutan”. Perasaan itu bercampur dengan sakitnya pinggang
dan bokong saya, belum lagi banyaknya penumpang yang ikut. Keringat di kepala sampai menetes, karena
benar-benar panas dan juga penuh sesak penumpang membuat saya bertambah pusing.
Rasa pusing itu sedikit hilang kala saya melihat birunya laut Flores yang
begitu menawan. Semilir angin pantai menemani perjalanan kami di atas truk yang
penuh sesak penumpang.
Akhirnya perjalanan sekitar dua jam terhenti juga.
Perasaan saya langsung bingung ketika saya sudah turun dari truk. Saya di
temani oleh Pak Imam rekan SM3T dari UM yang mengajar satu sekolah untuk
mencari tempat kos. Setelah beberapa pilihan saya dapat dari Pak Imam, akhirnya
saya di sarankan untuk satu kos dengan Pak Slamet.
Tanpa pikir lama lagi, akhirnya saya putuskan untuk kos dengan Pak Slamet
di rumah Papa Lala. Ya, Papa Lala adalah bapak kos saya dengan pak Slamet. Beliau
sudah menikah dan memiliki dua anak.
Malam pertama saya di Robek, di isi acara perkenalan dengan keluarga Papa
Lala dan lingkungan sekitar. Banyak cerita yang sudah kami bahas malam itu,
mulai dari kebiasaan warga sekitar, sejarah desa, hal-hal yang di larang untuk
di lakukan dan banyak lainnya.
Malam makin larut, kira-kira pukul 23.00 WITA saya beristirahat. Badan dan
pikiran terasa lelah sekali malam itu. Malam itu saya tidur dengan nyenyaknya.
Hhzzzz...
Comments
Post a Comment
Thanx for comment